Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Ke Pernikahan Teman

Saya sering di tanya sama teman-teman seangkatan waktu kuliah dulu. Kamu kenapa sih bela-belain datang ke acara pernikahan teman kita? Padahal kan tempatnya jauh? Butuh uang. Butuh waktu. Kamu kan jomblo?

Dari banyak pertanyaan diatas, pertanyaan terakhir lah yang paling KAMPRET :-D

Jadi begini, waktu kuliah dulu, jika ingin ngumpul, tinggal SMS saja. Tidak lama kemudian, semua teman-teman ngumpul di tempat yang telah kita sepakati. Tapi setelah tamat kuliah, bisa ngumpul bareng teman-teman itu cuma khayalan semata. Mengumpulkan mereka semua itu sama sulitnya dengan mengumpulkan 7 Dragon Ball. Hari ini buat rencana, 10 tahun kemudian belum tentu terealisasi.

ke pernikahan teman
ilustrasi datang ke pernikahan teman
Bahkan, ketika bulan Ramadhan tiba, grup chat yang biasa nya sepi kayak kuburan, tiba-tiba ramai kayak pasar malam. Biasanya selalu ada pembahasan soal buka puasa bareng. Tempatnya di mana dan waktunya kapan. Kalau pembahasannya lumayan heboh. Tawar menawarnya kayak emak-emak rempong. Tapi pas hari H nya, satu persatu menghilang. Sudah seperti hantu belau. Antara ada dan tiada. Ehe :-D

Biasanya alasan mereka klise. Bahkan, terkadang tidak masuk akal. Misalnya :

"Bro, dimana?"
"Maaf, Bro. Aku lagi bukber sama pacar baru aku, Evi"
"Evi mana?"
"Evi Tamala"
"..."

Atau

"Bro, dimana?"
"Aku di rumah sakit, Bro"
"Rumah sakit? Siapa yang sakit?"
"Iya, Nenek aku sakit"
"Lho! Nenek kamu sakit apa?"
"Nenek aku mau melahirkan"
"..."

Tapi begitulah hidup. Coba kamu lihat ke belakang. Sadar atau tidak, teman-teman yang dulu selalu ada, satu persatu menghilang entah kemana. #Azeeek

Itu sebabnya, ketika ada teman yang menikah, saya usahakan untuk datang. Kalau masalah tempatnya jauh, masih bisa di toleransi. Asal bisa di tempuh maksimal 1 x 24 jam.

Selain bisa ketemu teman lama, saya juga punya misi terselubung datang ke pernikahan mereka. Antara lain :
  • Perbaikan Gizi
Namanya juga pesta pernikahan. Pasti identik dengan banyak makanan. Nah, kapan lagi bisa perbaikan gizi? Kalau kuliah dulu, badan kurus kering kayak tiang listrik. Apalagi 6 bulan menjelang tamat kuliah. Siang malam buat Tugas Akhir (TA). Makan tak kenyang, tidur tak nyenyak, mandi tak basah. Yang terakhir itu, memang saya nya saja yang malas mandi. Ups...

Kalau sekarang mah beda. Badan sudah makin tumbuh ke samping. Semakin banyak teman yang nikah, semakin makmur juga perut ini. Ehe.
  • Memancing Datangnya Jodoh
Ada mitos di kampung saya, kalau ada pasangan yang sudah lama menikah tapi belum juga punya anak, biasanya akan di anjurkan untuk "meminjam" anak orang lain. Alasannya untuk "memancing" agar si istri hamil dan siap punya anak. Jujur, saya tidak percaya dengan mitos ini. Walau ada beberapa pasangan yang menggunakan cara ini berhasil punya anak.

Nah, saya juga pengen menggunakan cara yang sama untuk "memancing" datangnya jodoh. Itu sebabnya saya bela-belain datang ke pernikahan teman. Logika sederhananya seperti ini. Semakin banyak saya datang ke pernikahan teman, semakin besar peluang saya untuk segera menikah. Kayak hukum rata-rata gitu sih.

Walaupun konsep ini belum teruji keampuhannya. Anggap saja ini sebagai motivasi sekaligus bagian dari usaha. Jodoh memang di tangan Tuhan dan akan tetap di tangan Tuhan kalau kamu tidak berusaha untuk menjemputnya. Nah, anggap saja konsep di paragraf atas adalah salah satu usaha saya untuk menjemput jodoh tersebut. Haha
  • Investasi Sumbangan
Sudah jadi kebiasaan kita, kalau datang ke pesta pernikahan pasti menyumbang. Saya juga begitu. Nah, saya anggap saja sumbangan itu sebagai investasi jangka panjang. Anggap saja setiap ke pesta pernikahan teman saya menyumbang 20 ribu. Terus teman yang sudah menikah ada 20 orang. Mari kita hitung

20 ribu x 20 orang = 400.000;

Saat saya nikah nanti, sudah ada 400 ribu sumbangan dari teman-teman. Lumayan. Haha

Itu masih hitung-hitungan kasarnya lho. Hitung-hitungan halusnya lebih kurang seperti ini. Tamat kuliah, setahun dua tahun saya kerja, ada teman saya yang menikah, di saat itu penghasilan saya masih pas-pasan. Makanya saya hanya menyumbang 20 ribu.

Nah, saya kan menikah nya belakangan. 5 atau 10 tahun setelah tamat kuliah. Insyaallah. Di saat itu, karir teman-teman saya sudah lumayan bagus. Kalau saya nikah, masak mereka menyumbang 20 ribu juga? Malu sama sepatu bagus mereka yang saking berkilatnya, bisa digunakan sebagai cermin. Pasti ujung-ujungnya mereka akan menyumbang lebih besar lagi. Disini lah berkembangnya teori investasi dalam bentuk sumbangan ala saya. Hahaha

Tapi pertanyaannya "Bagaimana kalau mereka tidak bisa datang ke pernikahan saya nanti karena sibuk barangkali? Otomatis sumbangan dari mereka juga nggak bakalan ada?"

Gampang. Kalau mereka tidak datang, saya juga tidak akan datang ke acara 40 hari mereka nanti. Hahaha

***

Btw, saat saya posting tulisan ini, saya sudah tidak JOMBLO lagi. Ehe :-D